Selamat datang di blogku ^_^

Selasa, 10 April 2018

Perihal Cinta, Tanggung Jawab, dan Rasa Peduli

Malam ini, belum bisa kupejamkan mata sebelum menuntaskan janjiku padamu tentang sebuah tulisan dan aktivitas yang dilakukan hari ini.

...

Siang tadi entah mengapa cuaca seolah tak begitu bersahabat. Panasnya Subhanallah. Sambil berkendara tetiba ada pikiran yang mengusik. Ini baru panas di dunia, bagaimana dengan panasnya neraka yang sering orang memperbincangkan dengan suka cita? MasyaAllah... membayangkan saja rasanya sudah merinding tak karuan. Namun kukembalikan dengan segera fokusku. Bahaya bila berlama-lama hanyut dalam angan ketika dalam perjalanan.



Dari tempat kerja, kupacu kecepatanku sampai mendekati angka 80 km/jam (ini kekhilafan yang tidak patut untuk ditiru). Bisa jadi karena panas, bisa juga karena ingin segera sampai di rumah karena sudah ada agenda lain yang menunggu. Namun, ketika kulihat indikator bahan bakar kendaraanku, ternyata sudah berada di garis merah. Akhirnya kubelokkan ke sebuah SPBU yang juga merupakan salah satu amal usaha persyarikatan yang ada di daerahku. Setelah selesai, kupacu kembali motorku dengan kecepatan yang sama. 

Sampai di rumah, pintu terkunci. Bapak belum datang dari kantor dan Ibu sudah lebih dulu ke agenda yang juga akan kudatangi ini. tanpa membuang waktu, kuparkir motorku di depan rumah, kemudian kubuka pintu dengan kunci yang selalu kubawa dan langsung masuk. Setelah melepas sepatu, meletakkan tas, helm, dan jaket di tempatnya, langsung kuajak diriku masuk ke kamar mandi. Lamat-lamat di kejauhan terdengar bahwa acara yang akan kudatangi sudah dimulai. Dengan mode mandi lebih cepat daripada biasanya – hanya 15 menit – saya pun menyudahi keasyikan bermain air dan langsung berganti pakaian berwarna navy kombinasi putih dengan jilbab yang juga berwarna putih. Usai memasukkan buku catatan, pena, hp, dan dompet ke dalam tas kecil saya pun kembali memacu motor. Tak lupa sebelumnya saya pastikan rumah sudah terkunci lagi dengan rapi.

Sesampainya di tempat acara, saya sedikit tercengang. Peserta yang hadir hampir memenuhi tempat yang disediakan. Dua tenda yang terrpasang seakan tak mampu menampung banyaknya hadirin yang ada. Beberapa di antaranya memilih masuk ke masjid sembari mendengarkan orang yang berbicara di depan. Ya, ini adalah acara kajian Islam yang diadakan oleh Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah yang berkolaborasi dengan Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah. Beruntung ketika saya datang baru sampai pada pembacaan Ayat Suci Alquran, sehingga saya masih bisa menambah ilmu dari pembicara.

Materi yang disampaikan siang ini cukup menarik, yaitu tentang hidup bahagia. Sejatinya kebahagiaan itu dilahirkan dari diri kita sendiri. Namun, fondasi yang harus benar-benar bisa membangun atau menghadirkan bahagia adalah keluarga. Dalam sebuah keluarga bahagia menjadi satu kata yang diidamkan. Bagaimana sikap seorang istri kepada suami, seorang suami kepada istri, seorang anak kepada orang tua, orang tua kepada anak, menantu kepada mertua, haruslah dilandasi dengan perilaku yang menimbulkan bahagia. Ketika kebahagiaan itu ada dalam sebuah keluarga, maka tidak ada yang namanya kesalahpahaman, pertengkaran, rasa ingin menang sendiri, dan sebagainya. 

Dalam memunculkan kebahagiaan ada tiga aspek yang menjadi perhatian, yaitu cinta, tanggung jawab, dan rasa peduli. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan bantuan orang lain dalam kehidupannya. Begitu pun ketika ia hidup di masyarakat. Menggabungkan tiga aspek tersebut bukanlah hal yang mudah. Pengaruh lingkungan, emosi yang terpendam, dan ketidakselarasan pemikiran kadang menjadi penghalang ketiga hal tersebut berjalan dengan baik dan sempurna. Sebagai contoh ketika ada tetangga yang terkena musibah, biasanya orang akan datang untuk mengulurkan tangan dan membantu sesuai dengan kemampuan. Namun ada beberapa yang tetap tak beranjak dari rumahnya karena tetangga tersebut pernah menyakiti hatinya di waktu lampau. Hal ini kerap terjadi di masyarakat sekitar kita. Bukan karena tak paham tentang bagaimana menghormati tetangga, tetapi lebih karena kurangnya kepedulian dan cinta di dalam dirinya sehingga menyebabkan ketidakharmonisan dalam bertetangga.

Begitu pun dalam hidup berbangsa dan bernegara. Indonesia merupakan negara demokrasi yang pemerintahannya menggunakan sistem republik dengan pimpinan tertingginya bernama presiden. Ini bukan membahas tentang pemilihan presiden yang akan berlangsung pada 2019 mendatang, tetapi ini lebih fokus membahas tentang sosok pemimpin, bagaimana seorang pemimpin yang memiliki cinta, tanggung jawab, dan rasa peduli kepada rakyatnya. Seorang pemimpin diibaratkan sebagai sosok orang tua bagi rakyat yang dipimpin olehnya. Segala hal yang berkaitan dengan rakyat pemimpin harus mengetahui. Lalu bagaimana mewujudkan cinta, tanggung jawab, dan rasa peduli seorang pemimpin kepada rakyatnya? Jawabannya adalah dengan cara memberikan ruang gerak kepada rakyat untuk menyampaikan segala bentuk aspirasi dan mampu mengolah aspirasi tersebut menjadi solusi yang akan bermanfaat kepada semua pihak. Bukan hanya bagi diri seorang pemimpin saja tetapi juga bagi seluruh rakyatnya. 

Perihal cinta, tanggung jawab, dan rasa peduli akan semakin bermakna bila mampu disandingkan untuk kepentingan bersama. Semoga kita senantiasa menjadi insan yang dinaungi oleh cinta, tanggung jawab, dan peduli kepada sesama. 

...

Tanpa terasa, aksaraku telah berjajar sedemikian panjang. Jemari pun sudah meronta ingin untuk diistirahatkan, padahal ide-ide masih ada beberapa yang belum tertuangkan. Ya sudahlah, lain waktu bisa disambung kembali dengan kisah dan tulisan lain. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca coretan yang tak beraturan ini.


Bojonegoro, 10 April 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar