Dalam gelap
kumelihatmu.
Dalam sepi kutak
kehilanganmu.
Dalam malam
kumemandangmu.
Walau jauh,
kumerasakan kau dekat.
Aku bahagia ketika aku mampu mengungkapkan.
Menuangkan setetes kehidupan, menggoreskan aliran pengalaman, mendendangkan
melodi perjalanan, meniupkan semerbak perjuangan, terbingkai dalam suka, duka,
tangis, dan tawa. Meski hanya sebagai kawan sekeping hati yang mencari hiburan,
aku tetap bahagia. Bagaikan berkelana menjelajah semesta yang penuh bunga,
menyimpan pepohonan bermacam buah-buahan, memanjakan mata dan raga, menjadi
pengobat rasa dahaga.
Sesekali jemariku menyibak tirai jendela
kamar yang terbang dipermainkan angin malam. Perjalanan tinta hitamku sejenak
terhenti, membiarkan sepasang mataku menikmati panorama langit malam ini. Penuh
kilau mutiara yang silih berganti mengerling ke arahku. “Apakah kau juga menikmati suguhan langit malam ini? Akankah kau
menangkap kerinduanku yang kutitipkan pada kerlip bintang? Bisakah kau melihat
senyumku di sana?”. Saraf dalam kepalaku berkolaborasi menyusun alfabet
sarat makna. Mencoba menafsirkan isyarat kalbu yang menimbun kerinduan teramat
dalam. Merindukan hadirnya sosok yang hampir empat bulan sudah tak kutemui. Ya,
hanya suaranya yang menjadi ramuan untuk mengobati kerinduan yang semakin hari
semakin bertambah bobotnya, meski hanya untuk sementara.
“Untuk
sebuah kenangan, jarak tak pernah memisahkan dua hati yang saling peduli. Walau
terpisah ribuan mil, dalam hitungan detik kita akan disana kembali”.