Anyelir masih diam tak bergeming. Menatap layar ponsel yang ada dalam genggamannya. "Semudah itu kau berucap? Semudah itu kau patahkan kepedulian?" Ujarnya tak semangat.
Masih dengan ponsel dalam genggamannya, Anyelir merebahkan tubuhnya. Direngkuhnya boneka doraemon kesayangannya dan didekapnya erat. Erat sekali, seakan itu satu-satunya harta berharga yang dia miliki.
Anyelir kembali menatap ponselnya. Lama. Dibiarkannya layar ponsel itu menyala untuk beberapa saat, "bahkan aku bisa menantinya, mengapa tidak denganmu?" Anyelir menghempaskan ponselnya ke meja. Sesuatu yang tidak pernah dilakukannya di saat-saat manusia saling berkiriman kabar.
"Menyebalkan! Benar-benar menyebalkan!" Hatinya masih menggerutu. Menekuri keegoisan yang membuatnya malas untuk melakukan apapun.
"Tak setiap waktu aku menggenggam ponselku dan membaca seluruh pesan-pesan itu."
Perlahan, Anyelir mulai terdiam dan membiarkan raganya hanyut dalam buai maya. Boneka doraemon masih dalam pelukannya. Nyaman sekali. Tiada pretensi.
"Aku pun ingin kau mengerti, Tuan."
21.23 WIB
24 Oktober 2016
Masih dengan ponsel dalam genggamannya, Anyelir merebahkan tubuhnya. Direngkuhnya boneka doraemon kesayangannya dan didekapnya erat. Erat sekali, seakan itu satu-satunya harta berharga yang dia miliki.
Anyelir kembali menatap ponselnya. Lama. Dibiarkannya layar ponsel itu menyala untuk beberapa saat, "bahkan aku bisa menantinya, mengapa tidak denganmu?" Anyelir menghempaskan ponselnya ke meja. Sesuatu yang tidak pernah dilakukannya di saat-saat manusia saling berkiriman kabar.
"Menyebalkan! Benar-benar menyebalkan!" Hatinya masih menggerutu. Menekuri keegoisan yang membuatnya malas untuk melakukan apapun.
"Tak setiap waktu aku menggenggam ponselku dan membaca seluruh pesan-pesan itu."
Perlahan, Anyelir mulai terdiam dan membiarkan raganya hanyut dalam buai maya. Boneka doraemon masih dalam pelukannya. Nyaman sekali. Tiada pretensi.
"Aku pun ingin kau mengerti, Tuan."
21.23 WIB
24 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar