Selamat datang di blogku ^_^

Jumat, 13 April 2018

Rindu itu Tak Menjadi Candu

Beberapa waktu lalu kita adalah sepasang keheningan yang tiada saling tahu. Terombang-ambing dalam ratusan kilometer jarak yang terhampar tanpa ragu. Namun hari ini, kita adalah sepasang rindu yang saling tertemukan dalam sebuah waktu. Doa-doa yang telah lama didendangkan kepada-Nya, seolah mendapat jawab yang padu. 

Hari ini, kita dipertemukan dalam suasana yang begitu syahdu. Kemarin kaumeniupkan angin segar perihal kepulanganmu dari Kota Sejuta Rindu. Lalu, kausampaikan inginmu untuk dapat bertemu. Betapa bunga seakan merekah saat itu. Inginku segera bergulir hari itu dan berganti dengan hari yang baru. Kautahu? Doa yang kusemogakan adalah waktu tak berjalan lamban agar segera kusaksikan kedatanganmu, bukan hanya sekadar bayang semu.
Dan hari ini, sejarah pun mulai menulis cerita baru, tentang apa yang hendak kita tuju. 

Dalam gaung suara kendaraan yang beradu, kumantapkan langkahku menuju barat. Sesekali sambil kutolehkan kepala ke kanan dan kiri, “Oh, tempat ini tidak buka.”  batinku, dan aku pun melanjutkan laju. Hanya berselang tiga menit dari tempat pertama, kuhentikan si putih biru kesayanganku di depan sebuah kedai sebelah barat perempatan. “Alhamdulillah, buka!” batinku memekik tertahan. Kubuka helm yang sejak tadi menggelayut mesra di kepala, kemudian kubuka tas maroonku. Kutuliskan secarik pesan singkat via whatsapp ke kontak yang beberapa hari ini paling sering membersamai.

Klik! Terkirim. Aku pun turun dari motor dan menuju kursi di kedai itu. Aku hanya duduk dan memesan sebuah minuman, belum memesan makanannya. Sengaja memang, karena aku masih menunggu penerima pesan yang tadi kukirimkan via whatsapp itu. Tak berselang lama setelah minuman yang kupesan terhidang dihadapanku, datang seseorang yang tinggi, berkaca mata, dan mengenakan kemeja bermotif garis ungu. “Shinichi?” batinku berseru girang. Plak! Kutampar pikiranku yang sejak awal memang tak begitu tenang menunggu seseorang itu. “Sadarlah! Kamu tidak hidup di dunia anime!” otakku berucap dengan lantangnya. Dan kautahu? Ia sukses mengundang kesadaranku.

Kuhentikan aktivitasku memainkan benda canggih berbentuk kotak yang sengaja kubungkus dengan tokoh lucu Doraemon – pasti tahu ‘kan, robot kucing gembul berwarna biru, suka makan dorayaki, dan takut dengan tikus itu? – yang sejak tadi kubuka dan kututup berulang-ulang. Kusunggingkan senyum ke arah seseorang yang baru datang dan langsung duduk di hadapanku itu, “Hai, Mas!” Sapaku. Seseorang itu pun membalas dengan senyum dan langsung memesan dua porsi makanan dan satu lagi minuman untuknya.

Tak lama berselang setelah makanan terhidang, cerita a sampai dengan z begitu saja tersaji. Pertemuan dua insan yang awalnya dirasa akan kaku, ternyata tak seperti itu. Justru suasana mampu mencair dengan joke-joke yang tak sengaja bergulir dari bibir. “Asyik juga. Tak kusangka.” kembali batinku berpendapat tanpa menunggu persetujuanku. Usai berkisah tentang beberapa pengalamannya mengabdi di negara orang, pembicaraan bergulir ke hal yang lebih serius. Sesuatu yang menjadi inti dari pertemuan siang menjelang sore ini.

Saling bertukar pendapat,  mengorek informasi, dan tentu saja mencoba untuk saling memahami menjadi topik yang tak henti-henti menghiasi. Bertanya tentang apa yang hendak dilakukan, bagaimana nanti usai terucap ikrar suci, menjadi obrolan yang bergulir begitu saja meskipun beberapa orang mungkin menemui jalan buntu akibat keegoisan masing-masing. Namun di sinilah seni dalam bicara mampu menunjukkan tajinya. Sosok lelaki di hadapanku yang aku anggap sebagai Shinichi, mampu membawaku hanyut dalam pembahasan yang mungkin rumit ini menjadi sesuatu yang menyenangkan. Inilah cinta yang disandarkan kepada Sang Maha Pemilik Cinta. Mungkin begitulah batin kita.

Ah, menarik sekali rasanya. Mengingat bagaimana tatapan malu-malunya, gaya bicaranya yang lembut tapi tegas, dan sikapnya yang mengundang rindu membuatku tak serta-merta mampu melupakan pertemuan itu. Dan asal kautahu saja, ini adalah pertemuan pertamaku dengan si Shinichi. Kautak percaya? Tanyakan saja kepadanya, pasti jawabannya sama. Karena memang benar begitu adanya.

Tanpa terasa Asar telah menggema dengan merdunya. Kita pun menyudahi pembicaraan ini – tenang, akan ada kelanjutannya. Mungkin nanti akan kubagikan padamu juga – dan beranjak pergi. Kali ini aku tak langsung pulang, tetapi mampir ke salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhanku di rumah yang memang telah meronta untuk diperhatikan. And do you know? Dia turut menemaniku. Ketika beberapa laki-laki tak suka mengikuti perempuan berbelanja – karena ruwet bin mbulet bin mumet-mumet – dia justru dengan santainya mengiyakan tawaranku. I can’t describe my feeling now. Excited? Of course! Ah, jika saja mampu kutampilkan perasaanku secara langsung, pasti akan tampak sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga bermekaran dan harum aromanya. I hope you can imagine it.

Beberapa barang yang kuperlukan telah masuk ke dalam keranjang dan waktunya untuk membayar di kasir. Tentu saja saya membayar sendiri belanjaan saya. Belum ada hak bagi saya untuk memintanya membayar. Dia belum resmi menjadi teman hidupku. Itu poin yang harus digarisbawahi. Kalau perlu boleh dicetak tebal bahkan dimiringkan sekali pun. Tapi kautahu bagaimana perasaanku saat dia menemaniku berbelanja? Sangat senang. Meskipun baru berstatus sebagai calon pasangan hidup – doakan kami menuju hari bahagia itu ya... – tapi bagiku dia adalah sosok yang penuh tanggung jawab, perhatian, dan juga sabar. Bagaimana tidak? Dia menemaniku meskipun langkahku sering berputar-putar tak tentu. How sweet he is

Dan... kita pun harus kembali mengurai jarak. Memintal kisah yang tercipta hari ini menjadi larik-larik karya yang menghias setiap kerinduan. Meski pada awalnya kalimat yang hinggap seakan tak ingin sempurna dalam paragraf, pada akhirnya mampu menemukan kembali amunisinya untuk saling menyejajarkan makna. 

Terima kasih atas waktu yang sempat
Di antara kesibukan yang memadat
Semoga rasa yang hadir semakin tertambat
Ke dalam hatimu izinkan aku menyemat
Beriringan dengan doa-doa yang tersirat pun tersurat
Menuju janji suci yang akan kita ikat
Di satu hari sampai nanti di akhir hayat

23.09 WIB
Bojonegoro, 13 April 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar