Sejak kuputuskan untuk menjawab
ketegasanmu dengan kata “iya”, sejak saat itu pula telah kuniatkan setiap
langkahku menujumu sesuai dengan ajaran-Nya. Saling mengingatkan, menjaga,
menguatkan, dan saling berlomba untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih
baik lagi. Tentunya, dalam menjalani komitmen yang telah kita niatkan untuk
menggapai rida-Nya bersama, tidak hanya kebahagiaan yang mampir dan bersenda
gurau di antara kita. Ada juga beberapa kerikil yang mencoba menjadi sandungan
di celah langkah kita menuju janji suci terselenggara. Semoga dengan saling
memahamkan dan mencari jalan keluar bersama, kerikil yang tadinya menghadang
bisa kita lewati dengan aman dan tanpa gangguan.
Di selaksa detik yang terus
berkejaran, ribuan bayang tetiba hadir di setiap kali kelopak memejam. Menghadirkan
larik-larik memori yang telah terlampaui, menghadiahi kesyahduan-kesyahduan
yang telah terarungi. Terkadang, hadir pula bulir-bulir bening dari kedua belah
mata kala hal-hal itu melanggeng indah dalam kepala. “Sesaat lagi, akan ada sosok yang membersamai. Beriringan dalam
langkah, memadukan ketidakteraturan menjadi satu lukisan yang akan kita warnai
bersama. Semoga senantiasa tertanam dalam hati kita, sebongkah cinta yang tiada
kan habis terkisis masa. Cinta yang disandarkan atas-Nya demi mengharap
rida-Nya.”
Menuju hari-hari yang akan
mempersatukan langkah kaki, kubekali diri dengan segala persiapan dan ilmu yang
bisa kupelajari. Tumpukan buku menjadi kawan sehari-hari, beberapa video
nasihat pernikahan pun turut membersamai, tidak ketinggalan beberapa sharing dari saudara dan teman yang
sudah terlebih dahulu menemukan tambatan hati. Semua hal tersebut sangat
membantu terutama dalam menghadapi kegundahan menghadapi hari ketika janji suci
terikrarkan di depan para saksi. Tiada henti syukur terucap dari diri atas
segala nikmat yang sedemikian tak terhingga itu.
Menghitung ari-hari menjelang
pernikahan, terkadang memang menghadirkan momen-momen yang pernah terlampaui
bersama dengan orang-orang terdekat. Orang tua, saudara, sahabat, teman, dan lain
sebagainya. Namun, ada satu momen yang benar-benar kutancapkan dalam kepala,
bersama dengan hal-hal lain yang InsyaAllah bisa menjadi bekal perjalanan kita
nantinya. Dari dahulu, sebelum kuputuskan untuk menerima pinanganmu, kedua
orang tuaku pernah berpesan, “Dengan
siapa pun kamu menikah nantinya, dia haruslah orang yang mampu membimbing kamu
dalam hal agama dan ketaatan kepada Gusti Allah. Itu yang menjadi bekal sampean
hidup di dunia dan di akhirat nantinya.” Pesan itulah yang senantiasa
kuingat hingga hari ini dan dengan kemantapan hati kukatakan bahwa InsyaAllah
dirimu akan mampu menjadi seseorang yang disebut oleh orang tuaku tersebut.
Pesan lain yang juga tak kalah
pentingnya adalah bahwa ketika telah kuputuskan untuk menjalani hidup bersama
dengan orang yang akan membersamai hingga surga-Nya, maka harus tetap kuingat
dan kuingatkan padanya bahwa Ibunya tetap yang utama dibandingkan dengan diriku
sendiri. Meski pun telah menjalani kehidupan bersama, saudara kandungnya
(adik-adiknya) adalah tetap menjadi tanggungannya. Terutama bila dia adalah
anak laki-laki pertama dalam keluarganya. InsyaAllah kita akan bisa menjalani
hal yang demikian nantinya ya, Mas. Saling mengingatkan ketika ada yang tidak
pas, saling menggenggam erat ketika salah satu dari kita sedang lemah dan butuh
kekuatan. Semoga apa yang telah kita cita-citakan dan akan kita langkahi
bersama dimudahkan oleh Allah dan diberikan kelancaran serta dilingkupi oleh
berkah dari-Nya. Aamiin.
Di permulaan Asar yang menjelma
kata-kata,
kukisahkan segala apa yang
terangkai dalam dada,
dan terkadang mengundang kecamuk
dalam sukma,
semoga keselarasan langkah yang
akan terlampaui bersama,
senantiasa mendapat rahmat dan
berkah dari-Nya
Di senandung kata yang menjelma
menjadi doa,
senantiasa kuselipkan pada-Nya
satu nama yang sampai saat ini masih setia kujaga,
kupatri dalam hati sebagai
pelengkap separuh nyawa,
sebagai imam dunia akhirat yang
akan membersamai dalam segala suasana
Izinkanlah aku untuk mencintai
apa adanya kamu: sepanjang usia
Bersama sekuncup rindu kutuliskan
tentang rasa, untukmu di seberang kota.
Bojonegoro, 29 Agustus 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar